Minggu, 18 Desember 2011, Hari Minggu Advent ke-IV
Rabu, 21 Desember 2011, Kesempatan Menerima “Sakramen Pendamaian” ke-I
Kamis, 22 Desember 2011, Kesempatan Menerima “Sakramen Pendamaian” ke-II
Jumat, 23 Desember 2011, Kesempatan Menerima “Sakramen Pendamaian” ke-III
Sabtu, 24 Desember 2011, Malam NATAL
Minggu, 25 Desember 2011, Hari Raya NATAL
Sabtu, 31 Desember 2011, Penutupan Tahun 2011
Minggu, 01 Januari 2012, Hari Raya ST. MARIA BUNDA ALLAH
MAKLUMAT DARI KONGREGASI UNTUK IBADAT ILAHI DAN TATA TERTIB SAKRAMEN MENGENAI KOMUNI DI TANGAN
Tahta Suci, sejak 1969, seraya mempertahankan cara tradisional dalam membagikan komuni, juga memberikan kepada Konferensi-konferensi Waligereja yang memintanya, fasilitas untuk membagikan komuni dengan menempatkan hosti di tangan umat beriman.
Fasilitas ini ditetapkan dengan Instruksi Memoriale Domini dan Instruksi Immensae caritatis (29 Mei 1969: AAS 61, 1969, 541-546; 29 Januari 1973; AAS 65, 1973, 264-271) dan dengan Ritual De sacra Communione yang diterbitkan 21 Juni 1973, n. 21. Namun demikian, tampaknya tepat untuk memberikan perhatian pada point-point berikut:
1. Komuni di tangan hendaknya menunjukkan, sama seperti komuni di lidah, penghormatan yang pantas terhadap kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi. Oleh karena alasan ini hendaknya diberikan penekanan, seperti yang dilakukan oleh para Bapa Gereja, pada wibawa gerakan orang yang menyambut komuni. Demikianlah, pada akhir abad keempat kepada mereka yang baru dibaptis diajarkan untuk mengulurkan kedua tangan, “tangan kiri sebagai tahta bagi tangan kanan, yang menyambut sang Raja” (Katekese mistagogis Yerusalem yang kelima, n. 21: PG 33, kol. 1125, atau Sources chret., 126, h. 171; St Yohanes Krisostomus, Homili 47: PG 63, kol. 898, dll.) (Dalam praktek, petunjuk yang sebaliknya yang harus diberikan kepada umat beriman: tangan kiri ditempatkan di atas tangan kanan, agar hosti kudus dapat dimasukkan ke dalam mulut dengan tangan kanan.)
2. Lagi, seturut ajaran para Bapa Gereja, penekanan perlu diberikan atas pentingnya kata “Amin” sebagai tanggapan atas rumusan pelayan komuni, “Tubuh Kristus”; Amin ini adalah suatu penegasan iman: “Cum ergo petieris, dicit tibi sacerdos `Corpus Christi’ et tu dicis `Amen’, hoc est `verum’; quod confitetur lingua, teneat affectus” (St Ambrosius De Sacramentis, 4, 25: SC 25 bis, h. 116).
3. Orang yang menyambut komuni, yang telah menerima Ekaristi di tangan, wajib menyantap hosti sebelum kembali ke tempatnya, mengambil satu langkah ke samping dengan tetap menatap altar, demi memungkinkan orang berikutnya datang kepada pelayan.
4. Dari Gereja-lah umat beriman menyambut Ekaristi kudus, yang adalah communio dalam Tubuh Tuhan dan dalam Gereja; oleh sebab itu orang yang menyambut komuni tidak diperkenankan mengambil dari patena atau siborium, seperti yang akan dilakukan orang terhadap roti biasa, melainkan kedua tangan wajib diulurkan untuk menyambut komuni dari pelayan komuni.
5. Demi hormat terhadap Ekaristi, tangan wajib bersih, anak-anak perlu diingatkan akan hal ini.
6. Penting bahwa umat beriman menerima katekese yang efektif mengenai masalah ini, dan bahwa penekanan perlu diberikan atas perasaan sembah sujud dan hormat yang pantas terhadap Sakramen Mahakudus ini (bdk. Dominicae cenae, n. 11). Wajib diberikan perhatian agar serpihan hosti yang telah dikonsekrasikan tidak hilang (bdk. Kongregasi untuk Ajaran Iman, 2 Mei 1972: Prot. N. 89/71, in Notitiae 1972, h. 227).
7. Umat beriman tidak diwajibkan menerapkan praktek komuni di tangan; setiap umat beriman bebas untuk menyambut komuni di lidah atau di tangan.
Ketentuan-ketentuan ini dan juga ketentuan-ketentuan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen yang disebutkan di atas bertujuan untuk mengingatkan kembali kewajiban untuk menghormati Ekaristi dan menerapkan secara independen cara dengan mana komuni disambut.
Mereka yang berkewajiban untuk memelihara jiwa-jiwa wajib menekankan tidak hanya pentingnya disposisi batin bagi penerimaan komuni yang bermanfaat, yang dalam perkara-perkara khusus membutuhkan pertolongan Sakramen Rekonsiliasi, melainkan juga sikap lahiriah yang mengungkapkan rasa hormat pada umumnya dan mengekspresikan secara istimewa keyakinan umat beriman terhadap Ekaristi.
Dari Kongregasi untuk Ibadat Ilahi, 3 April 1985.
+Augustin Mayer, O.S.B.
Uskup Agung Titular Satriano
Pro-Prefect
+Virgilio Noe
Uskup Agung Titular Voncaria
Sekretaris
? Credo / Aku Percaya adalah syahadat iman yang memuat pokok-pokok iman kepercayaan Kristiani.
? Persekutuan iman membutuhkan bahasa iman yang sama, yang MENGIKAT semua dan yang MEMPERSATUKAN dalam pengakuan iman yang sama (KGK 185)
CREDO – SEKILAS SEJARAH
– bagian pertama = Pribadi Pertama, Allah Bapa
– bagian kedua = Pribadi kedua, Allah Putera
– bagian ketiga = Pribadi Ketiga, Allah Roh Kudus (KGK 190) –
ketiga bagian yang berbeda itu saling berhubungan bagaikan bagian-bagian anggota tubuh.
vii. Dari situ Ia akan datang mengadili orang hidup dan mati (Mat 25:31-46)
viii. Aku Percaya akan Roh Kudus (Mat 28:19; 1Tes 1:5)
ix. Gereja Katolik yang Kudus, Persekutuan Para Kudus (Ef 1:1; 5:27; Ibr12;22-23; Ef 2:19-20)
x. Pengampunan Dosa (Yoh 20:22-23)
xi. Kebangkitan Badan (1Kor 15)
xii. Kehidupan Kekal (Yoh 3:15; 17:3)
2. Syahadat Nicea
ii. Melawan Macedonisme – Konsili Konstantinopel
iii. Melawan Nestorianisme – Konsili Efesus
iv. Melawan Eutyches – Konsili Kalcedon
FX. Sutjiharto
]]>