Dalam Kitab Kejadian, Kisah tentang Yakub menempati ruang yang cukup banyak, yaitu dimulai dari Kej.25:19, dan terjalin sampai kisah Yusuf. Bahkan nama ‘Bangsa Israel’ diambil dari nama Yakub, setelah ia bergulat dengan Allah dan manusia, dan menang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, bangsa Israel adalah bangsa keturunan Yakub.
Dengan demikian kita mendapat gambaran, bahwa Yakub adalah salah satu tokoh penting terutama dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam Kitab Kejadian. Namun demikian, bila kita membaca Kisah Yakub, terutama bila membacanya
tidak secara cermat dan menyeluruh (sepenggal-sepenggal), kita akan menjadi bingung dan tidak puas, karena kita pasti akan ber-tanya-tanya: Apakah berkat dari Allah boleh didapatkan / direbut dengan cara-cara yang curang? Atau Mengapa Allah (seolah-olah) membiarkan, menyetujui, dan me-restui cara-cara penipuan yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan berkat dari-Nya?
Atau: Di mana keadilan Allah, karena orang yang curang / menipu justru mendapatkan berkat dari Allah.
Artikel ini  berupaya untuk menggali nilai-nilai dan hikmat yang bermanfaat bagi kehidupan kita saat ini.

1. SKETSA KISAH YAKUB
Esau dan Yakub adalah anak kembar dari Ishak dan Ribka. Meskipun anak kembar, ter-dapat perbedaan yang mencolok ada kedua saudara itu, baik dari tampilan fisik maupun karakter.
Perlakuan kedua orang tuanya (Ishak dan Ribka) kepada Esau dan Yakub, membuat perbedaan itu kemudian ber-kembangan menjadi konflik yang berkepanjangan.
Setelah terjadi konflik, dengan alasan yang manipu-latif, Ribka menyuruh Yakub untuk pergi meninggalkan rumah. Di tengah perjalanan menuju kediaman pamannya, Laban, Yakub mendapatkan mimpi. Dalam mimpi itulah Yakub menanggapi perjanjian Allah dengan syarat yang diajukannya.
Di kediaman Laban, Yakub memperistri kedua anak Laban, Lea dan Rahel, dan itupun terjadi dengan peristiwa dramatis yang sarat dengan trik dan tipuan.
Konflik Yakub dengan Laban akhirnya dapat diselesaikan secara damai, dengan disepakatinya perjanjian di antara keduanya.
Dalam perjalanan kembali ke rumahnya, terjadi lagi ‘per- gulatan’ Yakub dengan Allah. Allah.Tempat di mana terjadi peristiwa itu dinamakan Pniel. Karena di situlah Yakub ber-temu Allah ‘secara muka dengan muka’ Dan dengan peristiwa itu Yakub men-dapatkan nama baru: Israel.
Bagi Yakub, perjalanan pulang sebenarnya cukup membuat gentar hatinya. Karena di rumah, ada Esau, saudaranya, yang mungkin masih menyimpan dendam dan marah kepada Yakub. Namun, dengan berbagai cara untuk mendapat kepastian mengenai suasana hati Esau, Yakub merasa bahwa Esau sudah reda amarahnya dan sudah tiada lagi dendam. Maka Yakub memberanikan diri untuk menemui Esau.
Memang, akhirnya berdamai-lah kedua saudara kembar itu dalam perjumpaan yang penuh
kasih.

2. KONFLIK
Dari Kisah Yakub, kita bisa melihat, bahwa terjadi begitu banyak konflik, yang melibatkan Yakub dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Konflik itu dapat dikelompok-kan menjadi 2 sbb.:
a. Konflik Esau dan Yakub
Konflik ini terjadi karena perebutan hak kesulungan dan berkat yang melibatkan Yakub, Esau, Ishak dan Ribka. Perseteruan antara Esau dan Yakub, sebenarnya telah digambarkan semenjak kedua-nya masih berada dalam kan-dungan. Dan perseteruan itu menjadi konflik yang nyata, ketika Ribka ber-inisatif, sedemikian rupa, sehingga hak kesulungan dan berkat kesulungan tidak diterima oleh Esau melainkan oleh Yakub.
Konflik karena hak kesulungan ini berlanjut dengan konflik berikutnya, yaitu marah dan dendamnya Esau kepada Yakub.
b. Konflik Yakub dan Laban
Konflik berpangkal pada keinginan Yakub untuk mem-peristri Rahel, anak bungsu Laban. Konflik ini melibatkan Yakub, Laban, Rahel dan Lea. Dalam konflik ini dapat di-katakan, bahwa Yakub men-dapat lawan yang seimbang dalam hal melakukan trik dan tipu-menipu.
Konflik Yakub – Laban akhirbya dapat  diselesaikan dengan damai dan penuh kasih.

3. SIAPAKAH  KITA ?
Agar kita bisa melihat (dan melibatkan diri dalam) konflik-konflik Yakub, tentu kita perlu tahu karakteristik tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya, dari 3 tokoh penting, yaitu: Ribka, Esau dan Yakub.
a. Ribka
Sebagai seorang ibu, Ribka digambarkan sebagai seorang ibu yang jauh dari sikap adil terhadap kedua anaknya. Kasih sayangnya yang berlebihan kepada Yakub, membuat Ribka tidak puas terhadap adat (tradisi) dan hukum yang berlaku.
Hak dan berkat kesulungan yang seharusnya menjadi hak Esau, hendak diupaya-kannya agar dapat diterima oleh Yakub, anak yang di-kasihinya.
Untuk mencapai maksudnya itu, maka Ribka menyusun trik dan tipuan. Yakub yang semula ragu, bahkan dikuat-kannya, dengan mengatakan bahwa segala resiko yang akan terjadi akan ditanggung oleh Ribka.Trik dan tipuan yang di-rencanakan oleh Ribka dapat terlaksana dengan baik, mes- kipun Esau, yang menjadi pelengkap penderita akhirnya sadar dan marah. Demikian pula Ishak yang merasa dikelabui oleh istrinya (Ribka) yang memanfaatkan kelemahannya (kemampuan penglihatan Ishak sudah rabun parah). Untuk melindungi Yakub dari kemarahan Esau dan Ishak, Ribka kemudian me-nyusun strategi yang lain.
Disuruhnya Yakub pergi kepada pamannya, dengan alasan agar Yakub mengam-bil istri dari kalangan keluarga sendiri, tidak seperti Esau yang mengambil istri dari kaum Filistin.
b. Esau
Esau tumbuh dewasa sebagai seorang yang besar dan kuat.
Mungkin, karena kekuatan yang dimilikinya, Esau cenderung berlebihan rasa percaya dirinya. Hal ini mem- membentuk karakternya, sehingga menjadi pemuda yang tidak terbiasa berpikir
panjang, kurang hati-hati, terlalu mengandalkan kekuat-an sendiri, lebih memperhatikan kepentingan dan kenik-matan sesaat (pragmatis).
Dapat dikatakan, di balik kekuatan yang nyata, dalam diri Esau tumbuh-subur kelemahan yang merugikan dirinya.
Esau menjadi korban trik dan strategi yang dijalankan oleh ibunya dan saudaranya.
Hak kesulungan dan berkat kesulungan yang seharusnya menjadi miliknya, terlepas dan diterima oleh Yakub.
Penyesalan yang ada, tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi.
Berkat yang telah diberikan oleh Ishak kepada Yakub tidak bisa ditarik kembali, dan hak serta berkat kesulungan tetap menjadi milik Yakub, meskipun sebenarnya ia adalah anak bungsu.
c. Yakub
Yakub, tumbuh sebagai seorang anak yang lemah secara fisik. Mungkin karena kelemah-annya inilah, ia tidak mengandalkan kekuatan fisik, melainkan lebih menggunakan dan mengandalkan akal-pikiran.
Ia menjadi seorang pemuda yang cerdas dan penuh per-hitungan.
Di sisi lain, Yakub sangat disayangi oleh Ribka, ibunya, bahkan dengan berlebihan.
Keterlibatan dalam trik dan tipuan yang direncanakan oleh ibunya, membawaYakub dalam konflik dan pergulatan hidup yang panjang.
Ia harus menghadapi ke-marahan Esau, ia harus pergi meninggalkan rumah, ia harus bertemu dan beradu trik serta tipu-menipu dengan Laban, pamannya.
Setelah meninggalkan rumah, mungkin Yakub merasakan kesendirian dan ketakutan, karena tidak ada lagi orang yang melindungi dan menyayanginya.
Dalam perasaan perlunya akan perlindungan dari pihak lain, dalam mimpinya ber-temu dengan Allah di Betel, Yakub mengajukan syarat: bahwa ia mau mengakui Allah bila ia dilindungi dan selamat sampai ia kembali pulang ke rumahnya.
Pergulatannya dengan Allah di Pniel, lebih memantabkan kehidupan spiritualnya.
Ia lebih  berani menerima kenyataan, ia berani meng-hadapi kemungkinan marah-nya Esau (meskipun ia tetap menggunakan taktik untuk mengetahui situasi hati Esau).
Dalam tahap ini, Yakub juga menyadari, bahwa meskipun ia telah mendapatkan hak dan berkat kesulungan, bahkan ia telah mendapat janji perlindungan dan pe-nyertaan dari Allah sendiri,
ia tahu, bahwa semua itu tidak menjadikan segala sesuatu dengan otomatis menjadi mudah dan mulus sesuai dengan kemauannya.
Ia tahu bahwa semua itu harus didapat dengan upaya dan dengan perjuangan.
Nilai postif yang tersirat dari kisah Yakub adalah: setelah ia meninggalkan keluarganya (terutama ibunya yang selalu melindunginya secara berlebihan), Yakub mulai merasa bahwa ia tidak berdaya. Mulailah ia mencari Allah. Iapun akhirnya bisa menyelesaikan konfkliknya dengan Laban secara damai. Bahkan ia bisa berdamai dengan Esau dengan penuh kasih.

4. REFLEKSI
Kisah pergulatan Yakub, dengan manusia dan dengan Allah, sebenarnya adalah refleksi dari pergulatan dalam kehidupan kita.
Sepanjang perjalanan hidup, kita selalu bergulat dengan Allah dan dengan sesama, dalam segala kondisi, dengan sekian macam kepentingan, dengan berbagai keinginan, hambatan, tantangan, janji dan motivasi (atau iming-iming).
Kita bisa mencoba menem-patkan diri kita, sebagai siapakah kita dalam kisah Yakub ini?
Apakah kita adalah orang-tua yang berkarakter Rahel, sebagai anak yang berkarakter Yakub, atau
sebagai Esau?
Seringkali kita terjebak dalam kondisi (di mana sepertinya sudah menjadi tradisi dan dimaklumi) bahwa untuk mencapai tujuan dan kepentingan / kenikmatan sesaat, kita dapat memakai cara apapun juga, meman-faatkan kelemahan orang lain,  sehingga menjadikan kita kurang hati-hati, hal mana mungkin menyakiti pihak lain, menimbulkan dendam, menimbulkan kesulitan, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Mungkin sebagai orang- tua kita kurang adil terhadap anak-anak kita, dan kita tidak menyadari, hal itu menimbul-kan iri, dendam, perseteruan di antara anak-anak kita, menimbulkan konflik dan perpe-cahan dalam keluarga kita. Mungkin kita adalah Esau, yang karena terlalu merasa kuat, menjadikan kita mengandalkan kekuatan kita itu, meremehkan orang lain, kurang hati-hati. Bahkan mungkin kita tidak pernah berpikir untuk meminta pertolongan dari Allah.
Kita terlalu yakin, bahwa kita bisa mengatasi segala per-masalahan karena kita punya kekuatan atau kekuasaan.
Mungkin kita adalah Yakub, yang terobsesi dengan iming-iming, dan mau berkompromi dengan segala bentuk kecurangan dan pe-nipuan, asal bisa mendapatkan sesuatu yang bagus, enak, nikmat.
Namun, perlu kita sadari, apakah kita juga akan bisa seperti Yakub yang mene-mukan titik-balik, sehingga mempunyai kesempatan untuk mencari Allah, ber-damai dengan sesama, saling memafkan dengan orang lain?
Apakah kita juga akan punya kesempatan seperti itu?
Dan akhirnya, pergulatan Yakub adalah merupakan gambaran dari pergulatan kita masing-masing, baik dalam kehidupan rohani, kehidupan pribadi, maupun kehidupan kita sebagai bagian / anggota komunitas / masyarakat. Maka, baiklah kita dengan bijaksana mau belajar dari kisah Yakub, yang akhirnya sadar bahwa ia tetap harus meminta pertolongan Allah, dan mau berjuang, meskipun berkat dan hak kesulungan sudah ada padanya.
(SSA)

Refleksi Hidup dari kisah Yakub

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *